Ular Putih dan Xu Xian
Pertemuan di Tepi Danau
Pada suatu musim semi di Hangzhou, bunga teratai bermekaran di tepi Danau Barat. Di sana, seorang pemuda bernama Xu Xian sedang menjual obat sambil menikmati udara segar. Tanpa ia sadari, takdir sedang menuntunnya menuju pertemuan yang akan mengubah hidupnya. Dari balik kabut muncul seorang wanita berparas lembut, berpakaian putih berkilau seperti embun pagi. Namanya Bai Suzhen sesosok roh ular putih yang telah berlatih ratusan tahun agar bisa hidup sebagai manusia. Ia menatap Xu Xian dengan mata yang teduh, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, hatinya berdebar bukan karena sihir, melainkan karena cinta.
Pertemuan itu tampak sederhana. Xu Xian menawarinya payung karena hujan turun mendadak. Bai Suzhen menerimanya dengan senyum hangat. Namun bagi keduanya, payung itu menjadi simbol awal kisah cinta yang menembus batas dunia manusia dan dunia roh. Sejak hari itu, mereka sering bertemu. Bai Suzhen, meski menyembunyikan jati dirinya sebagai roh ular, berusaha hidup layaknya manusia. Xu Xian terpikat pada kebaikan hatinya dan kecerdasannya. Mereka akhirnya menikah dan membuka toko obat bersama di kota.
Rahasia yang Terungkap
Kehidupan mereka berjalan bahagia sampai datang seorang biksu tua bernama Fa Hai dari Kuil Jinshan. Ia merasa gelisah karena merasakan energi roh di sekitar kota. Saat bertemu Bai Suzhen, Fa Hai langsung tahu bahwa wanita itu bukan manusia. Ia memperingatkan Xu Xian, “Istrimu adalah iblis ular yang menyamar. Jika kau tidak menjauh darinya, bahaya akan menimpa!” Xu Xian terkejut dan tak percaya. Namun rasa takut perlahan merasuk ke hatinya.
Fa Hai memberi Xu Xian sebotol arak khusus yang disebut “Arak Naga Putih”. Ia berkata, “Jika benar ia manusia, arak ini tidak akan berpengaruh apa-apa.” Saat Festival Duanwu tiba, Xu Xian memberikan arak itu kepada Bai Suzhen. Tanpa curiga, Bai Suzhen meminumnya. Tak lama kemudian, tubuhnya bergetar hebat dan berubah menjadi ular putih raksasa di depan mata suaminya. Xu Xian menjerit ketakutan dan pingsan. Ketika sadar, ia melarikan diri ke kuil Fa Hai, meninggalkan istrinya yang menangis di tengah badai.
Cinta yang Melawan Takdir
Bai Suzhen merasa hancur. Ia tidak berniat menyakiti siapa pun, hanya ingin merasakan kehidupan manusia dan cinta sejati. Dengan bantuan pelayannya, Xiaoqing, seekor roh ular hijau yang setia, Bai Suzhen berusaha mencari Xu Xian ke Kuil Jinshan. Namun Fa Hai menolak melepaskannya. “Cinta antara manusia dan roh adalah pelanggaran langit,” katanya keras. Bai Suzhen tak gentar. Ia memohon dengan air mata, tapi pintu kuil tetap tertutup.
Dalam keputusasaan, Bai Suzhen menggunakan kekuatan sihirnya untuk memanggil hujan deras dan membanjiri kuil. Air mengamuk, petir menyambar langit, dan naga air muncul dari awan gelap. Namun kekuatan cinta Bai Suzhen tak mampu menandingi mantra Fa Hai. Ia dikalahkan dan ditangkap, lalu disegel di bawah Pagoda Leifeng. Xu Xian yang sadar akan kebenaran—bahwa istrinya tidak jahat berlari memohon ampun, tapi sudah terlambat. Ia hanya bisa menangis di depan pagoda, memanggil nama Bai Suzhen setiap malam.
Janji di Bawah Pagoda
Tahun demi tahun berlalu. Xu Xian tidak menikah lagi. Ia mengabdikan hidupnya untuk berdoa dan berbuat baik, berharap langit berbelas kasihan pada Bai Suzhen. Setiap kali hujan turun, ia merasa seolah mendengar suara istrinya memanggil namanya dari bawah tanah. Hingga suatu malam, saat bulan purnama menggantung di langit, petir menyambar puncak Pagoda Leifeng dan memecahkan segel suci. Bai Suzhen akhirnya bebas. Ia berlari memeluk Xu Xian yang telah menua, tapi masih menatapnya dengan cinta yang sama.
“Maafkan aku, Suzhen,” ucap Xu Xian pelan.
Bai Suzhen tersenyum. “Cinta kita melampaui bentuk dan waktu. Tidak ada dosa dalam kasih yang tulus.”
Ketika fajar tiba, Bai Suzhen memudar bersama embun pagi. Namun sejak hari itu, setiap kali hujan membasahi Hangzhou, pelangi lembut muncul di atas danau—tanda bahwa cinta mereka masih hidup di antara langit dan bumi. Baca cerita lain di sini.




Post Comment