Legenda Siamang Putih: Penjaga Hutan Bukit Kabut

Legenda Siamang Putih: Penjaga Hutan Bukit Kabut

Suara dari Hutan yang Terlupakan

Di lereng Bukit Kabut, hutan lebat selalu diselimuti embun setiap pagi. Pohon-pohon besar berdiri seperti raksasa tua yang diam, sementara suara alam bergema di antara dedaunan. Namun, di tengah kicauan burung dan desir angin, ada satu suara yang paling khas—teriakan nyaring siamang putih, makhluk langka yang jarang terlihat manusia.

Penduduk desa percaya, siamang putih bukan sekadar hewan. Ia adalah roh penjaga hutan, penyeimbang antara alam dan manusia. Setiap kali terdengar suaranya menjelang senja, warga tahu, hutan sedang diawasi.

Anak Penebang dan Larangan Hutan

Di kaki bukit, hiduplah seorang pemuda bernama Raka, anak penebang kayu. Ayahnya sering menebang pohon besar untuk dijual ke kota, pekerjaan yang diwariskan turun-temurun. Namun, sejak kecil, Raka merasa ada yang ganjil di hutan itu. Setiap kali ia masuk terlalu dalam, suara siamang putih seolah memanggil kadang menegur, kadang memperingatkan.

Suatu hari, seorang pengusaha datang menawarkan uang besar agar keluarga Raka menebang bagian terdalam hutan, tempat pohon-pohon raksasa tumbuh. Ayah Raka tergoda dan menerima tawaran itu meski para tetua desa melarang. “Itu wilayah siamang putih,” kata mereka. Tapi ayah Raka tidak percaya takhayul.

Ketika gergaji pertama menyentuh batang pohon besar di tengah hutan, udara mendadak dingin. Angin bertiup kencang, dan suara siamang terdengar sangat dekat—nyaring, seperti jeritan marah. Para pekerja ketakutan dan berlari keluar hutan, meninggalkan alat-alat mereka. Hanya Raka yang masih berdiri di sana, terpaku.

Pertemuan di Tengah Kabut

Keesokan paginya, Raka kembali sendirian. Ia ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi. Saat berjalan di jalur sempit, kabut menebal. Suara ranting patah terdengar di atas kepalanya. Ia mendongak dan di salah satu cabang tinggi, sesosok siamang berwarna putih murni menatapnya dengan mata berkilau.

Makhluk itu tidak biasa. Bulunya bersinar halus seperti cahaya bulan, dan sorot matanya memancarkan kesedihan. Siamang itu turun perlahan, mengeluarkan suara lirih seperti bisikan. Dalam benaknya, Raka mendengar kata-kata, “Hutan ini bernapas. Jika kau melukainya, napasnya akan berhenti.”

Raka tertegun. Ia menyadari, makhluk di depannya bukan sekadar hewan, melainkan roh pelindung hutan. Ia berjanji tidak akan membiarkan siapa pun menebang lagi. Siamang putih menatapnya lama, lalu melompat ke dalam kabut dan menghilang.

Amarah Alam dan Kesadaran

Namun, janji itu terlambat. Di kampung, para penebang sudah kembali membawa alat berat. Ayah Raka tak menggubris peringatan putranya. Saat mereka menyalakan mesin gergaji, tanah tiba-tiba bergetar hebat. Pohon-pohon tumbang bukan karena ditebang, melainkan oleh badai yang datang dari arah bukit. Petir menyambar, dan hutan seolah menolak dijamah manusia.

Raka berlari menyelamatkan ayahnya, tapi dari balik kabut muncul siamang putih yang menjerit keras. Suaranya menggema di seluruh bukit. Setelah badai reda, para penebang melihat hutan kembali tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, siamang putih tidak pernah terlihat lagi.

Ayah Raka jatuh sakit beberapa hari kemudian dan menyesal telah melanggar larangan itu. Raka berjanji menjaga hutan, menanam kembali pohon-pohon yang rusak, dan melarang siapa pun masuk terlalu dalam.

Penjaga yang Tak Pernah Pergi

Bertahun-tahun berlalu. Bukit Kabut kini menjadi kawasan lindung. Raka tumbuh menjadi penjaga hutan yang bijak, dikenal sebagai pelindung terakhir peninggalan alam. Setiap pagi, ia masih mendengar suara samar di kejauhan teriakan lembut siamang putih yang kini menjadi legenda.

Bagi Raka, suara itu bukan sekadar gema masa lalu, melainkan pengingat bahwa alam selalu hidup, menunggu manusia untuk belajar menghargainya.

Dan di tengah kabut yang turun perlahan, bayangan putih sering terlihat melintas di antara pepohonan seolah roh siamang putih masih menjaga hutan yang dulu hampir hilang. Baca berita lain di sini.

Legenda Siamang Putih: Penjaga Hutan Bukit Kabut